Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SIMBOL SIMBOL PADA MASJID AGUNG DEMAK

SIMBOL SIMBOL PADA MASJID AGUNG DEMAK



Bangunan Masjid Agung Demak merupakan peninggalan sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan Islam di Jawa Tengah. Masjid Agung Demak menggabungkan unsur-unsur seni bangunan Islam dengan pra Islam (budaya asli). Hal ini membuktikan bahwa proses Islamisasi di Jawa berjalan dengan damai.

Masjid Agung Demak sebagai peninggalan Kerajaan Demak memperlihatkan ornamen dan arsitektur yang menarik. Tak hanya itu, setiap bangunan Masjid Agung Demak mempunyai makna yang terkandung di dalamnya. Adapun beberapa contoh bagian-bagian Masjid Agung Demak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Atap Tumpang Tiga


Masjid Agung Demak memiliki bentuk yang khas, yaitu memiliki atap tumpang tiga. Makna simbolis pada setiap tumpang ini menunjukkan hierarki pada setiap atapnya. Atap pertama menunjukkan iman, atap tumpang kedua menunjukkan islam, dan tumpang yang ketiga adalah ihsan. Sedangkan puncak/mustoko ditafsirkan bahwa kekuasaan tertinggi diyakini hanyalah kehadirat Allah SWT.

2. Gapura


Gapura Masjid Agung Demak diciptakan oleh para wali berbentuk mirip candi dengan corak budaya Hindu-Budha. Hal ini dimaksudkan agar gapura tersebut dapat menarik hati masyarakat Demak dan sekitarnya yang saat itu masih beragama Hindu-Budha untuk masuk agama Islam. Makna simbolisnya adalah gapura berasal dari kata “ghofur” yang artinya ampunan. Sehingga setiap orang yang masuk ke masjid memperoleh ampunan Allah SWT.

3. Pintu dan Jendela


Pintu dan jendela masjid Agung Demak dibuat oleh para wali dengan memadukan budaya Jawa dan Hindu-Budha dengan jumlahnya disesuaikan dengan makna yang terkandung dengan atap Masjid Agung Demak. Pintu Masjid Agung Demak ada lima yang mengandung makna rukun Islam yaitu (1) membaca dua kalimat syahadat, (2) shalat, (3) zakat, (4) puasa, (5) haji bila mampu. Jendela masjid jumlahnya ada enam buah yang mengandung makna Rukun iman yaitu (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada nabi dan Rasul Allah, (5) iman kepada hari akhir, (6) iman kepada Qodho dan Qodar. Jadi pintu dan jendela mempunyai latar belakang memeberikan pendidikan ajaran Islam berupa rukun Iman dan rukun Islam.

4. Pintu Bledeg


Masjid Agung Demak didirikan pada tahun Saka 1388 berdasarkan candrasengkala (Naga mulat salira wani) yaitu gambar petir yang ada di pintu tengah yang disebut pintu bledeg (gambar 3). Menurut cerita, petir yang digambarkan kepala naga ini adalah sosok kakek yang menggangu Ki Ageng Selo yang sedang mencangkul. Ki Ageng Selo adalah putra Bondan Kejawan yang beristri Dewi Nawangsih, putra putrinya Jaka Tarub, suami bidadari kahyangan yang dinamakan Dewi Nawang Wulan.

Walaupun sudah diperingatkan untuk tidak mengganggu, kakek tersebut tetap mengganggu dan berubah menjadi ular naga dan terjadilah perkelahian. Naga tersebut berhasil ditangkap oleh Ki ageng Sela. Sunan kalijaga yang merupakan gurunya mengetahui hal tersebut, sehingga memerintahkan Ki Ageng untuk membawa naga tersebut ke Demak. Naga tersebut dilukis pada daun pintu, namun sewaktu proses tersebut datanglah seorang nenek yang menyiramkan air ke Ki Ageng Selo, sehingga naga tersebut lepas. Sebelum lepas Ki ageng Selo sempat melukis kepala naga tersebut. Waktu itu banyak orang ingin melihat petir tersebut, sehingga sunan Kalijigo memperlihatkan gambar naga tersebut dan mengatakan inilah petir yang ditangkap Ki Ageng Selo.

[image%255B5%255D.png]
pintu depan

Makna yang terkandung dalam pintu bledeg ini adalah bahwa jika seorang hendak masuk ke dalam masjid tidak bersuara keras yang identik dengan suara petir yang menggelegar.

5. Mimbar Majapahit

Mimbar majapahit terletak di depan Masjid Agung Demak. Di mimbar ini terdapat delapan soko guru dari kayu berukir motif Majapahit. Delapan soko guru ini bertumpu pada umpak yang terbuat dari batu andesit. Mimbar Majapahit pada mulanya digunakan sebagai tempat padepokan.
image
ilustrasi
Menurut cerita konon Prabu Kertabumi Brawijaya V, ayahanda Raden Patah, menganugrahi sebuah pendopo ke Demak saat Raden Patah diwisuda menjadi adipati Notoprojo (di dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit di Glagahwangi 1475 M). Dalam rangka merehabilitasi dan memperluas bangunan masjid, kemudian pendopo tersebut dialihfungsikan menjadi serambi Masjid Agung Demak.

5. Soko Guru

Soko guru merupakan tiang penyangga utama pada Masjid Agung Demak. Sunan Kalijaga merupakan pemimpin dalam pembuatan soko guru. Beliau membuat soko guru di bagian timur laut, Sunan Bonang membuat soko guru di bagian barat laut, Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara dan Sunan Gunungjati membuat soko guru sebelah barat daya.
Soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki cerita tersendiri di masyarakat, konon soko guru yang tingginya tiga meter dengan garis tengah 1,45 meter tidak sama panjang sehingga membutuhkan sambungan. Sunan Kalijaga kemudian menyusun sisa-sisa kayu yang diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko guru yang dikenal sebagai soko tatal ini menjadi legenda di masyarakat hingga sekarang.

image
soko guru / tiang
Makna dari empat soko tersebut adalah para wali pada abad XV telah menganut paham madzab Syafi’i dengan Ahlusunnah Waljamaah. Sedangkan tatal yang dibuat oleh Sunan Kalijogo tersebut mempunyai makna yaitu persatuan umat Islam.

6. Bulus

Masjid Agung Demak didirikan pada tahun saka 1401, berdasarkan gambar Bulus  yang terdapat dalam pengimaman masjid. Gambar Bulus diartikan kepala bulus berarti angka 1, kaki empat berarti angka 4, badan bulus berarti 0, ekor bulus berarti angka 1. Bulus merupakan candrasengkala Memet, yang diartikan Sasiro Sunyi Kiblating Gusti. Tahun tersebut juga bisa dikatakan sebagai peringatan purna pugar masjid kasultanan pimpinan Sultan Raden Abdul Patah sayyidin Panotogomo, yang menduduki tahta kerajaan Islam si pulau Jawa 1400 Saka (1478 M), terkait runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala “sirno ilang kertaning bumi”.

image
bulus

Pada bagian luar terdapat haisan dari porselen yang merupakan hadiah dari kerajaan Islam Campa. Bagian dinding luar pengimaman terdapat jenis hiasan, antara lain kaligrafi Ilahiyah tulisan Majapahit yang mengapit surya majapahit, yang terdapat pada bagian sandaran belakang mimbar Khotbah (damper kencana) di dalam masjid agung Demak. Makna dari Surya Majapahit adalah delapan sifat kepemimpinan kasultanan Bintoro Demak yang melambangkan suatu kegemilangan kerajaan.

image
surya majapahit

7. Dampar Kencana

Dampar kencana ini pada zaman kerajaan Demak digunakan sebagai tahta atau tempat duduk raja. Bentuknya sangat indah, tentu saja hal ini menunjukkan seni budaya yang telah tinggi pada waktu itu dan status sosial bagi yang mendudukinya. Dampar kencana memiliki lukisan dan ukiran yang serupa atau sama dengan corak pintu bledeg yakni ukiran ular naga dan bebungaan atau dedaunan (bunga teratai). Menurut cerita, dampar kencana ini adalah hadiah yang diberikan kepada Raden Patah oleh Prabu Kerta Bumi saat raden Patah dilantik menjadi adipati Notoprojo di Glagah Bintoro Demak.

image
dampar kencana

Fungsi dari dampar kencana sekarang ini adalah menjadi mimbar khotbah di Masjid Agung Demak. Adapun makna yang terkandung dalam dampar kencana ini orang yang duduk atau menempatinya adalah orang yang dihormati.

8. Pasujudan (bertarikh 1287 H)

Pasujudan atau Khalwat atau maksuroh (gambar 8) dibangun oleh KRMA Aryo Purbaningrat. Berdiri berpasangan dengan mimbar khotbah (Dampar Kencana). Khalwat ini bernilai seni tinggi, Indah dan mempesona, karena tiang dan dindingnya terbuat dari kayu jati berukir krawangan, gambar jambangan, bunga-bunga dan sulur-suluran.
image
pasujudan
Khalwat ini mempunayai sepuluh buah jendela dan dua buah pintu yang semua diberi kaca kembang berwarna warni. Diatas pintu dan jendela diukir kaligrafi berbahasa Arab yang intinya memuliakan keesaan Allah.

*catatan: semua foto di atas adalah dokumentasi pribadi saya

Kepustakaan:


Dokumentasi Takmir Masjid Agung Demak. 2004. Museum Masjid Agung Demak, Jawa Tengah.

Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2005 A. 2007. “Pesona Masjid Agung Demak sebagai Daya Tarik Wisata Keagamaan (pilgrim)”. Laporan Kuliah Kerja Lapangan II. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.

Soekmono, Dr. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.


Post a Comment for "SIMBOL SIMBOL PADA MASJID AGUNG DEMAK"