Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUKUM DAN KEBIASAAN BAJAK LAUT


Pembahasan mengenai perompakan di Asia Tenggara ini saya tulis sebagai tugas mata kuliah sejarah maritim (yang saya ambil pada tahun 2009) yang berjudul “Fenomena Perompakan di Asia Tenggara. Untuk membahas fenomena ini, saya mengandalkan beberapa referensi dari internet (saya cantumkan sumbernya dan bisa Anda lihat). Berikut merupakan hasil pembahasan saya, tetapi karena pembahasannya terlalu panjang, Saya membaginya menjadi beberapa judul tulisan (misalnya tentang berita sejarah tentang perompakan di Asia Tenggara, motif-motif melakukan perompakan, atau beberapa hukum yang berlaku di lingkungan perompak itu sendiri). tentunya bisa Anda baca pada blog ini.
Sama halnya dengan perkumpulan lainnya, kawanan bajak laut mempunyai hukum-hukum, namun tidak tertulis. Ini lebih mengarah kepada persetujuan secara umum di mana semua berada di bawah hukum itu tepatnya untuk melindungi kebebasannya secara perorangan. Mereka terikat hanya oleh pemikiran persaudaraan. Tidak terdapat hakim maupun pengadilan, hanya sebuah dewan yang dibentuk oleh para filbusteros paling tua.

Kekejaman bajak laut sangat terkenal, begitu juga hukuman yang mereka lakukan terhadap seseorang yang dianggap bersalah. Beberapa jenis hukuman yang diterapkan para bajak laut antara lain :

1.    Penyeretan seseorang menggunakan baja rangka kapal (kerangka kapal yang dimulai dari bagian depan kapal sampai akhir). 
Di bagian atas kapal, seorang tahanan diikat di salah satu ujung kerangka. Di ujung kerangka yang lain dimasukkan ke dalam laut dan dibawa ke arah berlawanan di bawah kerangka kapal. Ketika ujung yang dibawa ini sampai ke bagian atas kapal (bagian belakang kapal tepatnya), si tahanan diikat lagi oleh tali ini. Untuk menghindari masuknya air laut ke mulut tahanan, mulutnya disumpal dengan lemak. Ketika perintah eksekusi diberikan, tahanan ditarik ke atas pada bagian kakinya, lalu dibiarkan jatuh ke laut, sementara beberapa orang menarik ujung yang lain ke arah berlawanan, sehingga tahanan terseret di bawah perahu sampai saat ia diangkat dari ujung kapal yang berlawanan. Operasi ini dilakukan beberapa kali. Selain ketakutan yang amat yang dialami tahanan, hukuman ini bertambah parah diakibatkan oleh penyeretan tahanan di bawah kapal yang ditutupi oleh moluscos dan kepala-kepala paku yang menyakiti badan tahanan itu.

2.    Marron, yaitu meninggalkan seseorang di sebuah pulau padang pasir yang terpisah dari rute-rute navigasi. 

Orang itu akan ditinggalkan dengan sedikit air, senjata api dan sedikit peluru. Orang itu akan pasti mati kelaparan atau terluka akibat peluru (mencoba bunuh diri) ataupun terbenam saat air laut pasang bilamana ia diturunkan di sebuah pulau kecil.
Ada empat norma utama yang harus dipatuhi oleh anggota kawanan bajak laut, diantaranya:
  1. dilarang berpikiran jelek terhadap negara (pulau di mana mereka tinggal) maupun agama.
  2. dilarang kepemilikan barang secara perorangan. Ini dimaksud dengan kepemilikan tanah di pulau itu.
  3. perkumpulan persaudaraan dilarang turut campur dalam kebebasan masing-masing individu. Masalah-masalah pribadi dipecahkan secara pribadi. Tak seorangpun diwajibkan ikut serta pada suatu ekspedisi bajak laut. Seseorang boleh meninggalkan perkumpulan itu kapan saja.
  4. tidak menerima wanita-wanita kulit putih bebas di dalam pulau itu. Larangan ini dimaksudkan hanya untuk wanita-wanita tersebut guna menghindari pertengkaran. Hanya wanita-wanita hitam dan wanita budak boleh berada di pulau itu.

Persaudaraan sangat dipegang teguh bajak laut, semua saudara sama dalam hak dan kewajiban. Mereka mempunyai daftar ganti rugi untuk membayar bagi siapa yang terluka. Sebegitu jauhnya persaudaraan di antara mereka, sebelum mereka masuk ke dalam perkelahian, setiap bucanneer bersumpah dengan seorang rekannya dan jika salah satu dari mereka mati dalam perkelahian, yang lain menjadi penerima warisannya.

Para bajak laut tidak mengubur hartanya. Mereka telah merisikokan jiwanya untuk mendapatkan harta itu dan di antara mereka saling menyimpan harta itu di tempat di mana yang lain bisa menemukannya. Biasanya mereka menghabiskan harta itu secepat mungkin atau sampai mereka bisa memulai ekspedisi baru. Sebelum berlabuh mereka telah menentukan berapa banyak harta yang akan diterima secara proporsional tiap pembajak. Telah ditentukan bahwa harta karun yang mereka dapatkan, segera menjadi barang umum dan selanjutnya masuk ke dalam proses pembagian.
Ditentukan hukuman yang keras bagi mereka yang berani mengambil bagian dari harta untuk dirinya sendiri (tanpa sempat masuk ke dalam proses pembagian). Dan juga ditentukan upah/hadiah bagi mereka yang pertama yang menemukan sebuah buruan atau bagi yang pertama menginjakkan kaki di kapal yang dibajak. Biasanya, upahnya adalah kemungkinan untuk memilih bagian dari harta karun yang didapat. Pistol-pistol adalah bagian dari harta yang paling diminati karena kegunaannya dalam perkelahian (misalnya seorang Blackbeard memakai 8 pistol yang tersebar dan terpasang di pita peluru yang tersilang di dadanya). 

Post a Comment for "HUKUM DAN KEBIASAAN BAJAK LAUT"