Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KETERKAITAN ANTARA ADAPTASI LINKUNGAN DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN HIDUP DENGAN MUNCULNYA KEBUDAYAAN

muhammad rifai fajrin


Oleh Muhammad Rifai Fajrin
*catatan: Artikel ini saya buat dalam rangka memenuhi tugas diskusi Daring sewaktu saya mengkuti kegiatan Pendidikan Profesi Guru Sejarah  angkatan IV tahun 2019 di UNS, dan ditulis berdasarkan tema diskusi daring yang diminta. Apabila ada ketidaksesuai/kesalahan yang diketahui kelak di kemudian hari, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Manusia zaman pra aksara yang adaptasi lingkungan geografi dan upaya menjaga kelangsungan hidup menghasikan kebudayaan.

Perlu diketahui, bahwa para ahli melakukan pembabagan zaman pra aksara untuk memudahkan kita mempelajari zaman tersebut. 

Zaman pra aksara di bagi berdasarkan corak kebudayaannya, yaitu 1] Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat awal, 2] masa berburu dan meramu (food gathering) tingkat lanjut, 3] masa bercocok tanam (food producing ) tingkt awal, 4] masa bercocok tanam (food producing)  tingkat lanjut dan masa perundagian.

Sedangkan zaman pra aksara berdasarkan hasil kebudayaannya, dibagi menjadi zaman batu dan zaman logam.

Adapun pembagian zaman batu, adalah sebagai berikut; 1] zaman batu tua (paleolithikum), 2] zaman batu madya/tengah (mesolithikum), 3] zaman batu muda/baru (neolithikum], dan 4] zaman tradisi megalithik sebagai kelanjutan zaman neolithikum

Sedangkan zaman logam, adalah sebagai berikut; 1] Zaman Tembaga, 2] Zaman perunggu, dan 3] Zaman Besi.


KETERKAITAN ADAPTASI DAN MENJAGA KELANGSUNGAN HIDUP DENGAN TERCIPTANYA HASIL KEBUDAYAAN

Salah satu poin yang saya sampaikan pada artikel sebelumnya adalah, bahwa untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya tersebut, manusia pada zaman purba harus membuat alat-alat dari bahan-bahan di sekitar mereka. 

BACA JUGA:


Memang benar bahwa alat-alat yang dibuat sederhana, tetapi alat-alat yang dibuat tersebut mewakili jiwa zaman (zeitgeist) pada masa itu. 

Maksudnya bahwa alat-alat yang dibuat pada masa itu – yang mana jika benda itu dibuat pada masa sekarang mungkin tidak bernilai – tetapi alat-alat yang dibuat pada masa itu mewakili pemikiran dominan pada masa itu yang menggambarkan dan mempengaruhi sebuah budaya dalam masa itu sendiri. 

Apa pemikiran dominannya? 

Bahwa manusia harus membuat alat untuk memudahkan mereka mendapatkan dan mengolah, meramu, membuat alat-alat pertukangan, menciptakan alat-alat pendukung system religi mereka, hingga membuat benda-benda perhiasan, semuanya bermula dari pemikiran untuk membuat peralatan yang memudahkan kehidupan mereka.

Alat-alat tersebut disebut sebagai artefak; yaitu semua benda yang secara keseluruhan atau sebagian diubah atau dibentuk oleh manusia, dari benda-benda yang kecil hingga benda-benda yang bersifat monumental.

Dengan akalnya, alat diciptakan awalnya dengan bentuk,  fungsi, dan cara pembuatannya yang masih sangat sederhana. Proses penciptaan alat-alat tesebut kini kemudian dikenal sebagai  awal peradaban manusia yang tertua. 

Seiring berjalannya waktu, mereka menyempurnakan alat-alat buatan mereka. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa alat yang mereka ciptakan, sekalipun berbahan dasar sama, yaitu batu, tetapi dalam pembuatan berikutnya (di zaman selanjutnya, yaitu mesolithikum, neolithikum) telah dikerjakan dengan lebih baik, halus, massif, dan memiliki fungsi guna yang beragam. 

Semakin lama, alat yang dihasilkan semakin kompleks. Alat yang pada zaman paleolithikum sebatas berfungsi untuk mendapatkan makanan, pada zaman neolithikum alat yang dihasilkan adalah untuk memproduksi makanan. Misalnya alat berupa kapak persegi, kapak lonjong dan beberapa alat dari logam, menunjukkan kompleksitas fungsi alat.

Semua itu tidak lepas dari akal manusia untuk senantiasa berpikir, sehingga menghasilkan kebudayaan yang tinggi.

Zaman Paleolithikum

Contoh kebudayaan pada masa awal (paleolithikum) dikenal dengan kebudayaan pacitan dan ngandong, atau kebudayaan tulang dan batu. berikut penjelasan singkat kebudayaan pacitan dan ngandong;

Pacitan dikenal sebagai situs praaksara yang cukup banyak ditemukan artefak-artefak purba. Diantaranya berupa Pahat genggam (hand adze). Alat pahat genggam ini merupakan alat batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang persegi atau bujur sangkar dengan sisi tajam pada bagian yang tegak lurus pada sumbu alat.

Selain itu dikenal pula Kapak genggam awal (proto-hand axe), Kapak perimbas (chopper), yaitu Alat batu inti atau serpih yang dicirikan oleh tajaman monofasial yang membulat, lonjong, atau lurus, dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung (distal) ke arah pangkal (proksimal).

Bila anda susah untuk membedakan kapak peribas dengan serut, sebenarnya mudah. Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan serut adalah ukuran dimana serut masih dikerjakan secara kasar dan masih digolongkan sebagai kapak perimbas, sementara yang halus dan kecil digolongkan serut. Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari batu ditemukan di daerah ini.

Seorang yang berjasa dalam penelitian di pacitan adalah seorang ahli bernama Von Koenigwald. Ia melakukan penelitian pada tahun 1935 dimana ia berhasil menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di daerah Punung. 

Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat batu ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih.
Adapun kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon. Alat alat ini sering disebut dengan flakke.

Zaman Mesolithikum

Pada zaman batu madya (tengah) terdapat dua kebudayaan yang khas yang dihasilkan pada zaman ini, yaitu kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche. 

Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur & moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). 

Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.

Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam gua.

Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada zaman Mesolithikum antara lain:

a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam pada Zaman Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)

c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal. 

Zaman Neolithikum

Zaman neolithikum seringkali disebut sebagai zaman revolusi kehidupan. Jika saat ini disebut sebagai zaman revolusi 4.0, maka revolusi pertama di dunia adalah peralihan dari zaman sebelumnya ke zaman neolithikum. Perubahan seperti apa yang terjadi pada masa itu? Yaitu perubahan corak kehidupan dari food gathering ke food producing. 

Zaman neolithikum seringkali disebut sebagai zaman terjadinya revolusi kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ada perkembangan yang pesat di berbagai bidang kehidupan meliputi kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya dimana peralatan yang digunakan telah mengalami perubahan drastis. 

Sementara itu, corak kehidupan manusia telah berubah dan berkembang lebih maju dari zaman sebelumnya. Jika pada masa Paleolithikum dan mesolithikum kehidupan manusia bercorak food gathering, maka pada masa Neolithikum mereka hidup bercorak food producing. 

Corak kehidupan food producing merupakan perubahan pola hidup manusia. Pola hidup food gathering menjadi pola food producing. Hal terjadi ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung kebudayaannya. 

Pada zaman ini, manusia pendukung kebudayaan neolithikum adalah manusia berjenis Homo sapiens. Sebagai pendukung kebudayaan zaman batu baru, Homo Sapiens hidup menetap dan telah memiliki tempat tinggal. 

Kehidupan menetap inilah yang merevolusi kehidupan mereka. Kehidupan bercocok tanam merupakan suatu keahlian yang membedakan dengan zaman sebelumnya. Dengan bercocok tanam, mereka juga mulai mengenal bagaimana cara beternak sebagai proses untuk menghasilkan atau memproduksi bahan makanan.

Adapun kehidupan sosial pada masa neolithikum juga mengalami revolusi dimana kehidupan secara berkelompok, menetap, dan mendirikan perkampungan telah terbentuk. Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan. 

Manusia mulai memikirkan pentingnya keteraturan hidup dibawah seorang pemimpin, oleh sebab itu dipilihlah seseorang untuk diangkat sebagai pemimpin/kepala suku. Prinsip pemilihan kepala ini disebut sebagai prinsip primus interpares, dimana seseorang dipilih berdasarkan kecakapan, keahliannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.

Sementara itu, salah satu alasan neolithikum disebet sebagai zaman revolusi kehidupan manusia adalah dikarenakan kemampuan untuk menyempurnakan peralatannya. Hasil kebudayaan berupa peralatan tersebut sudah halus dan sempurna yang dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu kapak persegi dan kapak lonjong. Kedua benda ini memiliki ciri yang halus, dikerjakan secara menyeluruh dan massif. 

Hasil budaya berikutnya adalah tradisi megalitik; Zaman megalithikum sesungguhnya merupakan sebuah tradisi yang terjadi pada masa neolithikum. Sebagaimana diketahui bahwa masa neolithikum sudah mengalami perkembangan di berbagai bidang kehidupan yang kompleks, salah satunya di bidang religi maupun benda-benda yang dihasilkan pada masa tersebut.

Dikarenakan kompleksnya perkembangan di bidang religi, telah tampak pada benda-benda yang dihasilkan sebagai wujud kepercayaan mereka. Benda-benda tersebut dibuat dari sebuah batu yang berukuran besar. Oleh sebab itu bangunan bangunan tersebut menjadi sangat monumental.

Berdasarkan itilah katanya, Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yangberarti batu. Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa zaman Megalitikum adalah zaman dimana manusia telah mampu membuat hasil hasil budaya yang terbuat dan batu-batu besar. Bangunan bangunan ini berkaitan dengan sistem kepercayaan. Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaanterhadap roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena pengetahuanmanusia sudah mulai meningkat.

Benda-benda yang dihasilkan antara lain menhir, punden berundak, sarkofagus, dolmen, waruga, dan arca. 

Demikianlah artikel singkat saya tentang keterkaitan adaptasi lingkungan dengan munculnya kebudayaan. semoga bermafaat. []

Post a Comment for "KETERKAITAN ANTARA ADAPTASI LINKUNGAN DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN HIDUP DENGAN MUNCULNYA KEBUDAYAAN"