FILE PDF SAYA TENTANG PENINGGALAN SEJARAH DI JAWA TENGAH DARI PRASEJARAH HINGGA ISLAM
*Artikel ini saya buat dalam rangka memenuhi tugas akhir modul 2 Daring sewaktu saya mengkuti kegiatan Pendidikan Profesi Guru Sejarah angkatan IV tahun 2019 di UNS
*Pada akhir artikel ini akan saya tampilkan file PDF saya supaya tampilan blog ini tetap rapi dan tetap bergizi untuk dibaca.
Selamat menikmati!
Salam
Oleh Muhammad Rifai Fajrin
Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi di Jawa yang kaya akan peninggalan sejarah yang dapat dikategorikan sebagai benda warisan budaya. Warisan budaya ini dapat berupa hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu. Cagar budaya sebagai warisan budaya fisik (tangible) merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sebagai warisan budaya, cagar Budaya perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Cagar Budaya dapat berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya. Bangunan.
Di Jawa Tengah, banyak sekali ditemukan benda-benda warisan budaya yang tersebar dari periode prasejarah hingga masa revolusi fisik. Pada tugas ini, saya akan menguraikan peninggalan-peninggalan warisan budaya di Jawa Tengah yang berasal dari zaman prasejarah, hindu-buddha, dan islam.
PERIODE PRASEJARAH
Periode pra sejarah merupakan periode paling awal dalam peradaban manusia. Salah satu warisan budaya yang ada di Jawa Tengah adalah museum purbakala Sangiran yang menyimpan ribuan peninggalan pada masa pra aksara.
Sangiran adalah situs yang berkaitan dengan kehidupan awal manusian Indonesia yang sangat penting. Sangiran merupakan situs yang memberikan banyak informasi yang berguna bagi ilmu pengetahuan terutama untuk penelitian di bidang antropologi, arkeologi, biologi, paleoanthropologi, geologi dan tentu saja untuk bidang kepariwisataan.
Keberadaannya, bermanfaat dalam mempelajari kehidupan manusia prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan koleksi fosil manusia purba, hasil-hasil budaya manusia prasejarah, fosil-fosil flora fauna prasejarah beserta gambaran stratigrafinya.
Sangiran dapat dikatakan sebagai surga penelitian dalam bidang-bidang tersebut. Dengan bahan yang melimpah, penelitian yang dilakukan di Sangiran seolah tidak ada habisnya. Oleh sebab itu, Sangiran ditetapkan sebagai warisan peradaban dunia oleh UNESCO melalui sidang Komisi Warisan Dunia di Kota Marida, Mexico pada tanggal 5 Desember 1996.
Sebelumnya Sangiran telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai warisan budaya pada tahun 1977.
PERIODE HINDU BUDDHA
Di Jawa Tengah, terdapat banyak peninggalan sejarah bercorak hindu buddha. Adapun kerajaan Mataram lama merupakan pendukung kebudayaan hindu buddha yang utama di Jawa Tengah. Sebagaimana diketahui bahwa mataram lama pernah dipimpin dua wangsa yang berbeda corak keagamaannya, yaitu wangsa Syailendra (buddha) dan wangsa sanjaya (hindu).
Adapun peninggalan kerajaan mataram lama tersebar di wilayah jawa tengah bagian utara dan bagian selatan.
PERIODE ISLAM
Pada periode Islam, peninggalan bercorak islam berasal dari era kesultanan demak. Pada masa itu, walisongo sebagai penyebar agama islam yang utama di tanah jawa memagang peranan penting dalam kehidupan. Sebagai contoh sunan kalijaga, dan sunan kudus.
Adapun peninggalan-peninggalan bercorak islam di jawa tengah umumnya berupa masjid, makam, dan keraton; namun selain benda-benda tersebut terdapat benda-benda lain yang khas pada masa islam, sebagaimana yang akan saya uraikan khususnya yang terdapat pada kompleks masjid agung demak.
Pada uraian di bawah ini akan saya tambahkan tenteng peninggalan masjid agung demak;
1) ATAP TUMPANG TIGA PADA MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak memiliki bentuk yang khas, yaitu memiliki atap tumpang tiga. Makna simbolis pada setiap tumpang ini menunjukkan hierarki pada setiap atapnya. Atap pertama menunjukkan iman, atap tumpang kedua menunjukkan islam, dan tumpang yang ketiga adalah ihsan. Sedangkan puncak/mustoko ditafsirkan bahwa kekuasaan tertinggi diyakini hanyalah kehadirat Allah SWT.
Gapura Masjid Agung Demak diciptakan oleh para wali berbentuk mirip candi dengan corak budaya Hindu-Budha. Hal ini dimaksudkan agar gapura tersebut dapat menarik hati masyarakat Demak dan sekitarnya yang saat itu masih beragama Hindu-Budha untuk masuk agama Islam. Makna simbolisnya adalah gapura berasal dari kata “ghofur” yang artinya ampunan. Sehingga setiap orang yang masuk ke masjid memperoleh ampunan Allah SWT.
2) PINTU DAN JENDELA PADA MASJID AGUNG DEMAK
Pintu dan jendela masjid Agung Demak dibuat oleh para wali dengan memadukan budaya Jawa dan Hindu-Budha dengan jumlahnya disesuaikan dengan makna yang terkandung dengan atap Masjid Agung Demak. Pintu Masjid Agung Demak ada lima yang mengandung makna rukun Islam yaitu (1) membaca dua kalimat syahadat, (2) shalat, (3) zakat, (4) puasa, (5) haji bila mampu.
Jendela masjid jumlahnya ada enam buah yang mengandung makna Rukun iman yaitu (1) iman kepada Allah, (2) iman kepada malaikat, (3) iman kepada kitab-kitab Allah, (4) iman kepada nabi dan Rasul Allah, (5) iman kepada hari akhir, (6) iman kepada Qodho dan Qodar. Jadi pintu dan jendela mempunyai latar belakang memeberikan pendidikan ajaran Islam berupa rukun Iman dan rukun Islam.
Masjid Agung Demak didirikan pada tahun Saka 1388 berdasarkan candrasengkala (Naga mulat salira wani) yaitu gambar petir yang ada di pintu tengah yang disebut pintu bledeg. Makna yang terkandung dalam pintu bledeg ini adalah bahwa jika seorang hendak masuk ke dalam masjid tidak bersuara keras yang identik dengan suara petir yang menggelegar
3) MIMBAR MAJAPAHIT PADA SERAMBI MASJID AGUNG DEMAK
Mimbar majapahit terletak di depan Masjid Agung Demak. Di mimbar ini terdapat delapan soko guru dari kayu berukir motif Majapahit. Delapan soko guru ini bertumpu pada umpak yang terbuat dari batu andesit. Mimbar Majapahit pada mulanya digunakan sebagai tempat padepokan.
Menurut cerita konon Prabu Kertabumi Brawijaya V, ayahanda Raden Patah, menganugrahi sebuah pendopo ke Demak saat Raden Patah diwisuda menjadi adipati Notoprojo (di dalam wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit di Glagahwangi 1475 M). Dalam rangka merehabilitasi dan memperluas bangunan masjid, kemudian pendopo tersebut dialihfungsikan menjadi serambi Masjid Agung Demak.
4) SOKO GURU PADA MASJID AGUNG DEMAK
Soko guru merupakan tiang penyangga utama pada Masjid Agung Demak. Sunan Kalijaga merupakan pemimpin dalam pembuatan soko guru. Beliau membuat soko guru di bagian timur laut, Sunan Bonang membuat soko guru di bagian barat laut, Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara dan Sunan Gunungjati membuat soko guru sebelah barat daya.
Soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki cerita tersendiri di masyarakat, konon soko guru yang tingginya tiga meter dengan garis tengah 1,45 meter tidak sama panjang sehingga membutuhkan sambungan. Sunan Kalijaga kemudian menyusun sisa-sisa kayu yang diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko guru yang dikenal sebagai soko tatal ini menjadi legenda di masyarakat hingga sekarang.
Makna dari empat soko tersebut adalah para wali pada abad XV telah menganut paham madzab Syafi’i dengan Ahlusunnah Waljamaah. Sedangkan tatal yang dibuat oleh Sunan Kalijogo tersebut mempunyai makna yaitu persatuan umat Islam.
5) BULUS DAN SURYA MAJAPAHIT PADA MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak didirikan pada tahun saka 1401, berdasarkan gambar Bulus yang terdapat dalam pengimaman masjid. Gambar Bulus diartikan kepala bulus berarti angka 1, kaki empat berarti angka 4, badan bulus berarti 0, ekor bulus berarti angka 1.
Bulus merupakan candrasengkala Memet, yang diartikan Sasiro Sunyi Kiblating Gusti. Tahun tersebut juga bisa dikatakan sebagai peringatan purna pugar masjid kasultanan pimpinan Sultan Raden Abdul Patah sayyidin Panotogomo, yang menduduki tahta kerajaan Islam si pulau Jawa 1400 Saka (1478 M), terkait runtuhnya kerajaan Majapahit dengan sengkala “sirno ilang kertaning bumi”.
Pada bagian luar terdapat haisan dari porselen yang merupakan hadiah dari kerajaan Islam Campa. Bagian dinding luar pengimaman terdapat jenis hiasan, antara lain kaligrafi Ilahiyah tulisan Majapahit yang mengapit surya majapahit, yang terdapat pada bagian sandaran belakang mimbar Khotbah (damper kencana) di dalam masjid agung Demak. Makna dari Surya Majapahit adalah delapan sifat kepemimpinan kasultanan Bintoro Demak yang melambangkan suatu kegemilangan kerajaan.
6) DAMPAR KENCANA PADA MASJID AGUNG DEMAK
Dampar kencana ini pada zaman kerajaan Demak digunakan sebagai tahta atau tempat duduk raja. Bentuknya sangat indah, tentu saja hal ini menunjukkan seni budaya yang telah tinggi pada waktu itu dan status sosial bagi yang mendudukinya. Dampar kencana memiliki lukisan dan ukiran yang serupa atau sama dengan corak pintu bledeg yakni ukiran ular naga dan bebungaan atau dedaunan (bunga teratai). Menurut cerita, dampar kencana ini adalah hadiah yang diberikan kepada Raden Patah oleh Prabu Kerta Bumi saat raden Patah dilantik menjadi adipati Notoprojo di Glagah Bintoro Demak.
Fungsi dari dampar kencana sekarang ini adalah menjadi mimbar khotbah di Masjid Agung Demak. Adapun makna yang terkandung dalam dampar kencana ini orang yang duduk atau menempatinya adalah orang yang dihormati.
7) PASUJUDAN/KHOLWAT PADA MASJID AGUNG DEMAK
Pasujudan atau Khalwat atau maksuroh dibangun oleh KRMA Aryo Purbaningrat. Berdiri berpasangan dengan mimbar khotbah (Dampar Kencana). Khalwat ini bernilai seni tinggi, Indah dan mempesona, karena tiang dan dindingnya terbuat dari kayu jati berukir krawangan, gambar jambangan, bunga-bunga dan sulur-suluran. Khalwat ini mempunayai sepuluh buah jendela dan dua buah pintu yang semua diberi kaca kembang berwarna warni. Diatas pintu dan jendela diukir kaligrafi berbahasa Arab yang intinya memuliakan keesaan Allah.
BERIKUT FILE PDF BERISI ARTIKEL LENGKAP DISERTAI TABEL
Daftar Pustaka
Dokumentasi Takmir Masjid Agung Demak. 2004. Museum Masjid Agung Demak, Jawa Tengah.
Fajrin, Muhammad Rifai, dkk. 2007. “Pesona Masjid Agung Demak sebagai Daya Tarik Wisata Keagamaan (pilgrim)”. Laporan Kuliah Kerja Lapangan II. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Post a Comment for "FILE PDF SAYA TENTANG PENINGGALAN SEJARAH DI JAWA TENGAH DARI PRASEJARAH HINGGA ISLAM"