Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MENGAPA PEMBERONTAKAN PKI MADIUN BISA TERJADI?

rifaifajrin.com - MENGAPA PEMBERONTAKAN PKI MADIUN BISA TERJADI?




Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 merupakan salah satu pemberontakan yang berbahaya. Sebab pemberontakan ini terjadi saat Indonesia masih "prematur". Bahkan saat itu terjadi, Indonesia masih harus berjuang melawan Belanda yang coba ingin menguasai kembali Indonesia. Pemberontakan PKI Madiun dikategorikan dalam pemberontakan yang terjadi pada masa revolusi fisik, artinya terjadi dalam kurun waktu 1945-1950.

Bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi?

Sudah menjadi tabiat PKI, bahwa mereka akan menyerang pemerintah ketika merasa ada celah kelemahan pemerintah. Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Pemberontakan dilakukan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama "Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

SEBAB PEMBERONTAKAN

Penyebabnya, diawali dengan jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin sebagai buntut perundingan renville yang dianggap merugikan bangsa Indonesia. Jatuhnya kabinet kemudian disusul dengna pembentukan kabinet baru dengan Mohammad Hatta sebagai perdana menteri.

Hal ini menimbulkan ketidakpuasan (bisa dikatakan sebagai dendam) kubu Amir beserta kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut.

Dalam sidang Politbiro PKI pada tanggal 13-14 Agustus 1948, Musso, seorang tokoh komunis Indonesia yang lama tinggal di Uni Soviet (sekarang Rusia) ini menjelaskan tentang “pekerjaan dan kesalahan partai dalam dasar organisasi dan politik” dan menawarkan gagasan yang disebutnya “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Musso menghendaki satu partai kelas buruh dengan memakai nama yang bersejarah, yakni PKI. Untuk itu harus dilakukan fusi tiga partai yang beraliran Marxsisme-Leninisme: PKI ilegal, Partai Buruh Indonesia (PBI), dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PKI hasil fusi ini akan memimpin revolusi proletariat untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional".

Selanjutnya, Musso menggelar rapat raksasa di Yogya. Di sini dia melontarkan pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Musso juga menyerukan kerja sama internasional, terutama dengan Uni Soviet, untuk mematahkan blokade Belanda. Untuk menyebarkan gagasannya, Musso beserta Amir dan kelompok-kelompok kiri lainnya berencana untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo. Penguasaan itu dilakukan dengan agitasi, demonstrasi, dan aksi-aksi pengacauan lainnya.

Rencana itu diawali dengan penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI setempat, termasuk kesatuan Siliwangi yang ada di sana.

Mengetahui hal itu, pemerintah langsung memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adu domba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh kolonel Gatot Subroto.

PROSES PEMBERONTAKAN


Sementara perhatian semua pihak pro-pemerintah terkonsentrasi pada pemulihan Surakarta, pada 18 September 1948, PKI/FDR menuju ke arah timur dan menguasai Kota Madiun, Jawa Timur, dan pada hari itu juga diproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia". Hari berikutnya, PKI/FDR mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Selain di Madiun, PKI juga mengumumkan hal yang sama pula di Pati, Jawa Tengah. Pemberontakan ini menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.

AKHIR PEMBERONTAKAN


Untuk memulihkan keamanan secara menyeluruh di Madiun, pemerintah bertindak cepat. Provinsi Jawa Timur dijadikan daerah istimewa, selanjutnya Kolonel Sungkono diangkat sebagai gubernur militer. Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution.



Sementara sebagian besar pasukan TNI di Jawa Timur berkonsentrasi menghadapi Belanda, namun dengan menggunakan 2 brigade dari cadangan Divisi 3 Siliwangi serta kesatuan-kesatuan lainnya yang mendukung Republik, semua kekuatan pembetontak akhirnya dapat dimusnahkan.

Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Sedangkan sisa-sisa pemberontak yang tidak tertangkap melarikan diri ke arah Kediri, Jawa Timur.

Post a Comment for "MENGAPA PEMBERONTAKAN PKI MADIUN BISA TERJADI?"